Pasar Inpres Ruteng Dibongkar Paksa, Warga Marah: Ada Apa di Balik Ini?

Manggarai, Nusaberita.live – Pembongkaran Pasar Inpres Ruteng menuai amarah warga. Sprianus Ali, salah satu pedagang yang terdampak, menuding pemerintah Kabupaten Manggarai bertindak semena-mena. Menurutnya, proses pembongkaran dilakukan tanpa pemberitahuan yang jelas, meski beberapa pedagang telah mengantongi Surat Keterangan Retribusi Daerah (SKRD).


Sebelumnya di beritakan oleh beberapa media Gabungan aparat keamanan Kabupaten Manggarai menertibkan para pedagang yang berjualan di badan jalan Pasar Ruteng, Kelurahan Pitak, Kecamatan Langke Rembong, pada Kamis (13/2/25). Penertiban ini dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Kepolisian, dan TNI guna meningkatkan kebersihan dan kenyamanan pasar.

Sejumlah pedagang berusaha menyelamatkan dagangan mereka, sementara yang lain hanya bisa menyaksikan dengan perasaan bingung dan kecewa. Mereka mempertanyakan alasan di balik penggusuran pasar yang selama ini dikelola secara profesional.

“Kami tidak pernah menerima surat peringatan sebelumnya. Tiba-tiba mereka datang dengan alat berat dan personel keamanan,” tegas Sprianus Ali kepada media Nusaberita.Live. kamis(20/2/25). Ia juga mendesak aparat agar bertindak dengan humanis dan tidak menggunakan kekerasan.

Menurutnya, tindakan pembongkaran ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2023 dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017, yang menegaskan hak-hak pekerja serta perlindungan dari tindakan diskriminatif.

Sprianus juga mengungkapkan bahwa sejak tahun 2022, ia telah membayar retribusi pasar sebesar Rp15 juta, dengan biaya bulanan Rp360 ribu. Namun, kini tempatnya mencari nafkah justru dihancurkan tanpa kejelasan.

Lebih jauh, ia mencurigai adanya kepentingan tersembunyi di balik penggusuran ini. “Apakah ada kongkalikong antara pemerintah dan pihak tertentu? Kenapa tiba-tiba pasar yang tertata rapi harus dibongkar?” ujarnya curiga

Hingga berita ini terbit, reporter Nusaberita.live akan melakukan upaya konfirmasi hingga mendapatkan tanggapan resmi dari pemerintah daerah terkait tudingan tersebut. Namun, bagi para pedagang, ketidakjelasan ini semakin menambah kekecewaan mereka terhadap kebijakan pemerintah.

(Nobertus Patut)