SUMENEP, Nusaberita.live – Proyek pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Dusun Jambu Monyit 1, Desa Lenteng Barat, Lenteng, Sumenep, Madura, menuai sorotan tajam. sabtu (22/2/25). Tim investigasi Nusaberita.live menemukan sejumlah kejanggalan dalam pengerjaan proyek yang diduga tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) serta spesifikasi yang ditetapkan. Bahkan, proyek ini disebut-sebut sebagai proyek siluman karena minimnya transparansi kepada publik.
Sejumlah warga melaporkan bahwa proyek TPT yang bertujuan mencegah longsor ini dikerjakan dengan kualitas yang diragukan. Dugaan penyimpangan semakin menguat setelah tim investigasi menemukan tidak adanya papan nama proyek di lokasi pekerjaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang sumber anggaran, volume pekerjaan, serta siapa yang bertanggung jawab atas proyek ini.
Ketika dikonfirmasi, aparat desa setempat mengaku tidak mengetahui detail proyek, termasuk sumber anggarannya. Apakah berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana Desa, atau Bantuan Keuangan (BK), semuanya masih misterius. Pernyataan “tidak tahu” dari pihak desa semakin memperkuat dugaan bahwa proyek ini sarat dengan ketidakjelasan.
Pekerjaan proyek tersebut menjadi perhatian karena kondisi geografisnya yang rawan longsor. Alih-alih memberikan perlindungan bagi warga, proyek ini justru memicu keresahan akibat kurangnya transparansi dan dugaan penyimpangan yang terjadi.
Hingga saat ini, belum ada tindakan atau klarifikasi resmi dari pihak yang bertanggung jawab atas proyek tersebut. Ketiadaan papan proyek dan ketidakjelasan informasi menjadi indikasi adanya praktik yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
TPT memiliki peran vital dalam mencegah longsor dan melindungi pemukiman serta lahan pertanian warga. Jika proyek ini tidak dikerjakan sesuai standar, maka tidak hanya anggaran yang terbuang sia-sia, tetapi juga keselamatan warga yang dipertaruhkan. Selain itu, undang-undang mewajibkan keterbukaan informasi kepada publik, sehingga absennya papan proyek menyalahi aturan yang berlaku.
Masyarakat menuntut adanya transparansi dan pengawasan ketat dari pemerintah daerah. Mereka mendesak agar aparat terkait segera memberikan klarifikasi mengenai proyek ini serta memasang papan informasi proyek sebagai bentuk keterbukaan kepada publik. Pengawasan lebih lanjut dari lembaga terkait juga diperlukan agar anggaran yang digelontorkan benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan memperkaya pihak tertentu.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap proyek pembangunan harus dilakukan dengan transparansi dan pengawasan yang ketat. Jika tidak, maka kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin terkikis. Kini, semua mata tertuju pada aparat desa dan pemerintah daerah, akankah mereka menindaklanjuti dugaan penyimpangan ini atau justru membiarkannya berlalu tanpa pertanggungjawaban?
(Eko)