SAROLANGUN, Nusaberita.live – Penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite dan Solar semakin mengkhawatirkan. Sindikat mafia BBM diduga kuat telah lama beroperasi di SPBU 24.37.465, Desa Gurun Mudo, Kecamatan Mandiangin, Kabupaten Sarolangun, Jambi. Modus operandi mereka rapi, sistematis, dan tampaknya beroperasi dengan “perlindungan” dari oknum tertentu.
Hasil investigasi dan laporan masyarakat menunjukkan bahwa para pelaku melakukan pembelian BBM subsidi dengan cara melansir berkali-kali. Mereka menggunakan kendaraan roda dua dengan tangki besar, seperti Suzuki Thunder dan Mega Pro, serta mobil yang telah dimodifikasi dengan tangki siluman atau jeriken tersembunyi.
“Benar Pak, mereka bergantian membeli BBM di SPBU Kadang pakai motor dengan tangki besar, kadang pakai mobil dengan tangki modif atau jeriken. Akibatnya, masyarakat yang benar-benar butuh BBM subsidi jadi kesulitan,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya.rabu(5/3/25)
Kondisi ini membuat masyarakat sekitar sangat dirugikan. Antrean panjang di SPBU menjadi pemandangan sehari-hari, stok BBM cepat habis, dan banyak warga terpaksa membeli BBM di eceran dengan harga yang jauh lebih mahal.
“Kami yang butuh BBM buat kendaraan pribadi harus antre lama. Kadang-kadang, saat giliran kami, BBM sudah habis. Mau tidak mau, kami beli di eceran dengan harga lebih mahal,” keluh seorang pengendara.selasa(4/3/25)
Lebih mencengangkan lagi, laporan warga mengungkap dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh oknum operator SPBU. Para pelansir BBM subsidi ini disebut harus membayar “setoran” kepada operator dengan tarif:
Rp100 ribu per minggu untuk mobil
Rp50 ribu per minggu untuk motor
Uang tersebut kemudian dikumpulkan oleh oknum berinisial D dan A, lalu disetorkan kepada seorang admin SPBU AG atas perintah pengawas berinisial HR Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa praktik mafia BBM di SPBU Gurun Mudo bukan sekadar aksi individu, melainkan sebuah jaringan yang terorganisir.
Yang lebih mencengangkan, warga mencurigai adanya keterlibatan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) berinisial NT dalam melindungi praktik ilegal ini. Jika benar, ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap tugas dan amanah sebagai penegak hukum.
Sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 Jo Pasal 58, penyalahgunaan BBM subsidi dapat dijerat hukuman penjara maksimal enam tahun dan denda hingga Rp60 miliar.
Situasi ini jelas tidak bisa dibiarkan. Aparat Penegak Hukum (APH) harus segera turun tangan dan mengusut tuntas sindikat mafia BBM ini. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan pemerintah akan semakin luntur.
Apakah kasus ini akan ditindak dengan tegas? Ataukah praktik mafia BBM akan terus berlangsung, merugikan rakyat kecil yang seharusnya menjadi prioritas penerima subsidi? Jawabannya kini ada di tangan APH.
(Jepri Yanto)