Selasa, Juni 17, 2025
BerandaBerita NTTProyek Geothermal Poco Leok: Antara Ilusi Pembangunan dan Ancaman terhadap Hak Adat

Proyek Geothermal Poco Leok: Antara Ilusi Pembangunan dan Ancaman terhadap Hak Adat

Manggarai, Nusaberita.live – Dalam geliat pembangunan yang kerap diagungkan sebagai solusi atas krisis energi, proyek geothermal di Poco Leok, Manggarai, justru memantik polemik yang kian meruncing. Tulisan Edi Danggur berjudul Geothermal Poco Leok: Berburu Kebenaran atau Ilusi?” yang tayang di media Nusaberita.Live pada Maret 2025, menuai kritik tajam dari Pemuda Katolik Timur (PEKAT). Danggur dinilai terlalu enteng menyederhanakan persoalan kompleks yang melingkupi proyek ini, terutama terkait isu perampasan tanah adat dan dampak sosial-ekologis yang mengancam masyarakat lokal.

Dalam tulisannya, Danggur menyatakan bahwa aksi protes yang dilakukan para aktivis tidak memiliki dampak signifikan terhadap keberlanjutan proyek geothermal yang dijalankan oleh PT PLN. Ia bahkan menuding bahwa narasi yang dibawa oleh para penolak proyek bersifat manipulatif, termasuk klaim perampasan tanah adat yang ia anggap tidak berdasar. Namun, PEKAT menilai pendekatan Danggur ini justru mencerminkan kedangkalan berpikir dan mengabaikan esensi persoalan yang sebenarnya.

Sekretaris Jenderal PEKAT, Rikard Djegadut, menegaskan bahwa pendekatan Danggur yang hanya melihat persoalan dari kacamata hukum formal adalah bentuk simplifikasi yang menyesatkan. “Jika simplifikasi yang ditempuh Danggur bisa memberikan solusi, itu mungkin bisa diterima. Tapi narasinya justru mengaburkan esensi penolakan warga. Ini namanya pembodohan,” tegas Rikard dalam pernyataannya.senin (10/3/25)

Rikard menambahkan, isu tanah adat di Poco Leok bukan sekadar persoalan hukum perorangan, melainkan masalah yang melibatkan sistem sosial dan budaya komunal masyarakat Manggarai. “Masyarakat Manggarai hidup dalam budaya komunal. Tanah adat bukan milik individu yang bisa dilepas begitu saja. Ini adalah bagian integral dari sistem sosial yang lebih besar,” ujarnya.

PEKAT juga menyoroti kebijakan hukum Indonesia yang menjamin hak atas tanah perorangan, namun kerap mengabaikan nilai-nilai kultural dan tradisi masyarakat adat. Rikard menegaskan, penting untuk menempatkan perspektif budaya dalam setiap kebijakan pembangunan, terutama yang berpotensi merusak tatanan sosial dan keseimbangan ekosistem lingkungan. “Danggur terlalu cepat menyatakan bahwa demo-demo itu hanya membawa ilusi. Padahal, banyak aktivis yang memiliki alasan substantif dan esensial dalam penolakan mereka,” jelasnya.

Lebih lanjut, Rikard menegaskan bahwa dialog yang mendalam antara pemerintah, pihak terkait, dan masyarakat adat harus diutamakan. “Kami mengajak semua pihak untuk mengedepankan pendekatan holistik dan berlandaskan keadilan sosial. Jangan sampai kita terjebak dalam pola pikir yang hanya menguntungkan segelintir pihak, sementara masyarakat adat dan lingkungan menjadi korban,” tegasnya.

PEKAT juga mengkritik kinerja proyek geothermal yang selama ini dijalankan di Flores. Rikard menyebut, proyek serupa seperti Ulumbu yang sudah berjalan puluhan tahun, hingga kini belum memberikan kontribusi signifikan bagi perbaikan ekonomi dan taraf hidup masyarakat Flores. “Bahkan, kami menduga ada sesuatu yang berharga dari energi panas bumi di Poco Leok yang ingin dieksploitasi. Sebab, dalam konteks bisnis, perluasan wilayah biasanya dilakukan karena bisnisnya prospek. Sementara Ulumbu tidak menghasilkan apa-apa, tapi ngotot untuk perluasan wilayah. Aneh, bukan?” tuturnya.

Sebagai organisasi yang didirikan oleh generasi muda Katolik Timur di Jakarta, PEKAT hadir untuk memberikan suara bagi masyarakat yang kerap terpinggirkan dalam arus pembangunan. Organisasi ini berkomitmen untuk menjaga nilai-nilai spiritual dan kebudayaan sebagai dasar kekuatan komunitas Katolik, sambil terus mengawal isu-isu sosial dan lingkungan yang berdampak pada masyarakat.

Rikard berharap, warga Poco Leok dan para aktivis yang menolak proyek geothermal ini tetap konsisten dengan perjuangan mereka. “Ini adalah perjuangan untuk memastikan keamanan dan keberlanjutan ruang gerak generasi masa depan. Masyarakat harus lebih kritis dalam menyikapi isu ini, dan mendorong penyelesaian yang adil melalui dialog terbuka dan mekanisme yang transparan,” pungkasnya.

Dalam konteks ini, proyek geothermal Poco Leok bukan sekadar persoalan energi, melainkan ujian bagi komitmen kita terhadap keadilan sosial, hak adat, dan kelestarian lingkungan. Jika pembangunan hanya menguntungkan segelintir pihak sementara mengorbankan masyarakat adat dan ekosistem, maka ilusi pembangunan itulah yang sesungguhnya harus kita waspadai.

( Nobertus Patut )

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments

MR KHM GM KGPC PROF DR RM DULIMAN ABD ROZAK SH. ADV. MM. DBA. MSI. CIE. IB. BBA. PhD. SE Asia. pada Jokowi Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan atas Mandat Presiden Prabowo

This will close in 0 seconds