SURABAYA, Nusaberita.live – Kasus pemalsuan volume minyak goreng dalam kemasan merek “Minyakita” yang diproduksi oleh PT Artha Eka Global Asia semakin menyita perhatian publik. Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam Jawa Timur (Badko HMI Jatim) menyampaikan respons tegas terhadap dugaan kecurangan ini, mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk bertindak cepat dan transparan demi melindungi hak konsumen.
Ketua Presedium HMI Jatim, Wayan, menegaskan bahwa praktik pengurangan volume minyak goreng dari 1 liter menjadi hanya sekitar 750-800 mililiter tanpa penyesuaian label merupakan bentuk penipuan yang merugikan masyarakat. “Minyak goreng adalah kebutuhan pokok. Ketika terjadi praktik kecurangan seperti ini, maka yang paling dirugikan adalah rakyat kecil. Pemerintah harus segera turun tangan,” ujar Wayan.selasa (11/3/25)
HMI Jatim secara penuh mendukung langkah Kementerian Perdagangan di bawah kepemimpinan Menteri Budi Santoso untuk menarik produk Minyakita dari pasaran. Lebih jauh, HMI Jatim juga menyerukan boikot terhadap produk ini sebagai bentuk tekanan terhadap produsen agar bertanggung jawab.
“Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk dalam industri pangan. Tidak hanya soal pemalsuan volume, tapi juga potensi pelanggaran harga eceran tertinggi (HET) yang seharusnya Rp15.700 per liter, namun di pasaran ditemukan berkisar Rp17.000-Rp18.000 per liter,” tambahnya.
Ironisnya, berdasarkan data Domestic Market Obligation (DMO), produksi Minyakita yang beredar di pasaran mencapai 213.988 ton per bulan, jauh melebihi kebutuhan nasional sebesar 170.000 ton. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat bahwa praktik kecurangan ini bukan sekadar kelalaian, melainkan dilakukan secara sistematis dan terencana.
Meninjau aspek hukum, praktik ini diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 8 ayat (1) huruf C dan F, yang mengatur tentang keharusan produk sesuai takaran serta kejelasan informasi pada label. Oleh karena itu, HMI Jatim mendesak langkah konkret sebagai berikut:
1. Pencabutan izin usaha PT Artha Eka Global Asia atas dugaan pelanggaran hukum dan tindakan yang merugikan masyarakat.
2. Penyelidikan menyeluruh oleh aparat penegak hukum untuk memastikan pihak-pihak yang bertanggung jawab mendapatkan sanksi tegas sesuai regulasi.
3. Pengawasan ketat oleh Kementerian Perdagangan, Kepolisian, dan pemerintah daerah untuk mencegah kasus serupa terulang kembali.
Lebih jauh, HMI Jatim juga menyerukan masyarakat untuk lebih kritis dalam memilih produk dan mendukung gerakan boikot sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik bisnis yang tidak adil.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dalam industri pangan. Tidak hanya penegakan hukum, tetapi juga perbaikan mekanisme pengawasan dan transparansi distribusi menjadi urgensi.
Di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat, kepastian hukum dan kejujuran bisnis harus menjadi prioritas. Pemerintah, melalui Kementerian Perdagangan dan instansi terkait, harus memastikan bahwa setiap produk yang beredar di pasaran benar-benar sesuai standar yang ditetapkan, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun harga.
Masyarakat tidak boleh lagi menjadi korban permainan bisnis yang hanya menguntungkan segelintir pihak. Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga pengawas, kasus seperti ini harus menjadi yang terakhir dalam industri pangan Indonesia.(Sup)