JAKARTA, Nusaberita.live – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Paripurna ke-15 Masa Persidangan II Tahun 2024-2025. Salah satu isu yang mencuat dalam rapat tersebut adalah kondisi Jembatan Suramadu, yang menjadi akses utama masyarakat Madura untuk mudik Lebaran Idul Fitri 1446 H. Anggota DPR RI Fraksi PAN Dapil Jawa Timur XI Madura, Slamet Ariyadi, secara tegas meminta pemerintah turun tangan memperbaiki fasilitas penerangan dan keamanan di jembatan nasional tersebut.
Slamet Ariyadi menyoroti antusiasme masyarakat Madura yang telah mulai melakukan tradisi “Toron“, istilah lokal untuk pulang kampung, menjelang Lebaran. Menurutnya, Jembatan Suramadu sebagai penghubung vital antara Pulau Jawa dan Madura harus dipastikan dalam kondisi prima, terutama menyambut arus mudik yang diprediksi akan meningkat.
“Tradisi Toron Ongghe atau pulang ke kampung halaman sudah mulai terlihat. Masyarakat Madura banyak yang menggunakan akses Suramadu. Oleh karena itu, kami meminta pemerintah segera memperbaiki fasilitas penerangan dan infrastruktur lain yang kurang terawat,” tegas Slamet Ariyadi dalam rapat paripurna, Kamis (20/3/25).
Selain masalah fasilitas, Pria kelahiran Sampang ini juga mengingatkan pemerintah, khususnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri), untuk meningkatkan pengamanan di sekitar Jembatan Suramadu. Hal ini menyusul laporan tingginya angka kriminalitas di area tersebut dalam beberapa bulan terakhir. “Kami meminta Polri untuk mengawal tradisi Toron Ongghe ini agar masyarakat yang melintasi Jembatan Suramadu merasa aman dan nyaman,” ujarnya.
Permintaan Slamet Ariyadi ini patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian terhadap keselamatan dan kenyamanan masyarakat. Namun, di balik desakan tersebut, tersirat kritik halus terhadap kinerja pemerintah yang dinilai lamban dalam merespons masalah infrastruktur strategis. Jembatan Suramadu, yang merupakan simbol integrasi antara Jawa dan Madura, seharusnya mendapat perhatian ekstra mengingat fungsinya yang vital, terutama saat momen-momen besar seperti mudik Lebaran.
Di sisi lain, pemerintah perlu mengevaluasi sistem perawatan infrastruktur nasional. Kurangnya perawatan fasilitas publik, seperti penerangan jalan, bukan hanya mengancam keselamatan pengguna jalan, tetapi juga mencerminkan lemahnya komitmen dalam menjaga aset negara. Padahal, dengan anggaran yang cukup besar yang dialokasikan untuk infrastruktur, seharusnya masalah seperti ini bisa diantisipasi jauh sebelum musim mudik tiba.
Permintaan peningkatan keamanan di sekitar Jembatan Suramadu juga menjadi catatan penting. Tingginya angka kriminalitas di area tersebut dalam beberapa bulan terakhir menunjukkan adanya celah keamanan yang perlu segera ditangani. Polri dituntut untuk tidak hanya mengamankan arus mudik, tetapi juga menciptakan rasa aman berkelanjutan bagi masyarakat yang melintasi jembatan tersebut. Langkah-langkah preventif, seperti penambahan personel, pemasangan CCTV, dan patroli rutin, harus segera diimplementasikan.
Desakan DPR RI kepada pemerintah dan Polri ini seharusnya menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola infrastruktur dan keamanan nasional. Kolaborasi antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan tradisi mudik Lebaran berlangsung lancar dan aman. Jembatan Suramadu, sebagai simbol persatuan dan kemajuan, harus dijaga dengan baik agar tidak hanya menjadi penghubung fisik, tetapi juga penghubung harapan dan kesejahteraan bagi masyarakat Jawa dan Madura.
Dalam konteks yang lebih luas, isu ini mengingatkan kita bahwa pembangunan infrastruktur tidak hanya tentang membangun, tetapi juga merawat dan mengamankan. Pemerintah harus belajar dari momen-momen seperti ini untuk menciptakan sistem yang lebih responsif dan berkelanjutan, demi kenyamanan dan keamanan seluruh rakyat Indonesia.(red/sp)
