SAMPANG, Nusaberita.live – Implementasi pemberlakuan hak pengguna parkir berlangganan di Sampang, Jawa Timur, kembali menuai sorotan. Keluhan dari para pengguna parkir berlangganan terhadap sikap oknum juru parkir (jukir) yang dianggap meremehkan dan mengabaikan hak mereka semakin mengemuka. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang komitmen Dinas Perhubungan (Dishub) Sampang dalam menjamin kualitas pelayanan publik, khususnya di sektor parkir.
Suhaimi Septian, SH, aktivis Studi Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (SP2M) Korda Sampang, dalam rilisnya pada Senin malam (17/3/25) di sebuah kafe di Jalan Makboel, Kelurahan Polagan, mengungkapkan bahwa banyak pengguna parkir berlangganan merasa tidak dihargai. “Mereka sudah membayar retribusi parkir secara tahunan, namun seringkali dicuekin oleh jukir. Ini jelas tidak adil,” tegas Suhaimi.
Parkir berlangganan sendiri merupakan skema retribusi parkir yang dibayarkan secara tahunan, biasanya melalui pengurusan pajak kendaraan bermotor. Tujuannya adalah memberikan kemudahan bagi pemilik kendaraan dalam mendapatkan pelayanan parkir. Namun, kenyataannya, banyak pengguna yang merasa tidak mendapatkan hak mereka, terutama di area parkir umum yang dikelola oleh Dishub Sampang.
“Pengguna parkir berlangganan ini sudah membayar, sehingga seharusnya mereka mendapatkan pelayanan yang sama, bahkan lebih baik, dibandingkan pengguna parkir reguler,” imbuh Suhaimi. Ia menyayangkan sikap diskriminatif yang ditunjukkan oleh beberapa oknum jukir terhadap pengguna parkir berlangganan, terutama yang menggunakan nomor polisi Sampang.
Suhaimi mendesak Dishub Sampang untuk segera mengambil langkah tegas dalam menegakkan aturan dan memberikan pemahaman kepada para jukir di area parkir yang dikelola oleh dinas tersebut. “Ini bukan sekadar masalah pelayanan, tapi juga tentang keadilan dan hak warga yang sudah membayar retribusi,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, Chotibul Umam, Kasie Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Bidang Perhubungan Darat Dishub Sampang, menyatakan bahwa pihaknya siap menindaklanjuti keluhan tersebut. “Jika ada detail lokasi yang jelas, kami bisa menegur dan mengevaluasi jukir yang bersangkutan,” ujarnya saat dikonfirmasi pada Selasa (18/3/25).
Chotibul menegaskan bahwa tanggung jawab jukir sudah diatur dalam Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara jukir dan Dishub Sampang. “Jika terjadi kehilangan atau kerusakan kendaraan di lokasi parkir, itu menjadi tanggung jawab jukir. Semua sudah diatur dalam SOP,” jelasnya.
Namun, pertanyaan kritis muncul: sejauh mana Dishub Sampang benar-benar memantau dan mengevaluasi kinerja jukir? Apakah mekanisme pengaduan yang ada sudah cukup efektif untuk menjamin hak-hak pengguna parkir berlangganan? Ataukah ini hanya sekadar retorika birokrasi yang tidak diikuti dengan tindakan nyata?
Fenomena ini juga mengindikasikan lemahnya pengawasan dan penegakan aturan di sektor parkir, yang seharusnya menjadi bagian dari pelayanan publik yang transparan dan akuntabel. Jika tidak segera ditangani, hal ini berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah, khususnya Dishub Sampang.
Dalam konteks yang lebih luas, kasus ini mencerminkan persoalan klasik di banyak daerah: minimnya komitmen dalam menjalankan prinsip-prinsip good governance, termasuk transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas. Dishub Sampang dituntut untuk tidak hanya sekadar merespons keluhan, tetapi juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem parkir berlangganan, termasuk mekanisme pengawasan dan penegakan aturan.
Masyarakat Sampang, khususnya pengguna parkir berlangganan, patut mendapatkan pelayanan yang adil dan profesional. Sudah saatnya Dishub Sampang membuktikan komitmennya dalam melindungi hak-hak warga, bukan hanya melalui pernyataan, tetapi juga melalui tindakan nyata yang terukur dan berkelanjutan.(Sup)
