TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Harian Partai GerindraSufmi Dasco Ahmad, mengakui terjadi penurunan partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024. Dia mengatakan masih mengkaji penyebab turunnya partisipasi pemilih tersebut.
“Kami sedang melakukan evaluasi terhadap partisipasi pemilih, terutama di Jakarta yang mengalami penurunan,” kata Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 28 November 2024.
Berdasarkan survei Charta Politika, Pilkada Jakarta hanya diikuti oleh 58 persen daftar pemilih tetap. Artinya ada 42 persen pemilih yang tidak menggunakan hak suara atau golput di pilkada kali ini.
Angka partisipasi pemilih tersebut menurun dibandingkan Pilkada 2017 yang diikuti oleh 70 persen pemilih. Berdasarkan pemantauan Lembaga Survei Indonesia, tingkat partisipasi pilkada Jakarta mencapai 69,57 persen.
Selain di pilkada Jakarta, Dasco mengatakan penurunan partisipasi pemilih juga terjadi di sejumlah daerah. Dia mengatakan saat ini tim internal Gerindra sedang menyusun di daerah mana saja terjadi penurunan partisipasi pemilih.
Faktor Cuaca
Daco menduga menurunnya partisipasi pemilih di sejumlah daerah disebabkan oleh faktor cuaca. Dia mengatakan kondisi tersebut terjadi di sejumlah provinsi di Pulau Sumatra.
“Di beberapa daerah disebabkan oleh faktor cuaca, hujan lebat dan lain-lain sehingga partisipasi pemilih menurun, seperti di Kepulauan Riau, terjadi hujan lebat sekali. Tapi kalau di Jakarta kami sedang evaluasi, sedang dikaji,” katanya.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan rendahnya partisipasi pemilih menyebabkan kegagalan partai dan kandidat mendekatkan diri kepada warga. Menurut dia, hal itu terlihat dari tidak bekerjanya mesin partai meski ada calon yang diusung didukung besar.
Khoirunnisa pun mengatakan kegagalan itu semakin terlihat ketika ada pasangan calon yang meminta dukungan kepada mantan presiden. Selain itu, ujar dia, tidak ada ideologi yang bercampur antara partai dengan konstituennya.
“Selama ini para kandidat yang meminta dukungan melalukan apa? Mereka tidak percaya diri dengan kampanye yang dilakukan sehingga membutuhkan dukungan dari orang-orang yang dianggap memiliki kekuasaan, bahkan dukungan dari seorang mantan presiden,” kata Khoirunnisa.
Khoirunnisa juga menyinggung soal minimnya partai peran politik di tengah masyarakat. Dia mengatakan partai hanya hadir menjelang pemilihan umum saja. “Setelah pemilu selesai, partai melupakan pemilihnya dan siklus ini akan berulang pada pemilu berikutnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, ujar Khoirunnisa, fenomena itu tergambar dari rendahnya persentase masyarakat yang memiliki partai dengan politik. “Indeks yang ada pada warga dengan partai di Indonesia sangat rendah yaitu hanya 12 persen. Hanya ada 12 persen orang Indonesia yang benar-benar merasa terikat dengan partai politik,” ujarnya.