Selasa, Juni 17, 2025
BerandaUncategorizedKasus Penganiayaan oleh Oknum Polisi: Korban Minta Keadilan, Proses Hukum Dinilai Lamban

Kasus Penganiayaan oleh Oknum Polisi: Korban Minta Keadilan, Proses Hukum Dinilai Lamban

MADINA, Nusaberita.live – Kasus penganiayaan yang melibatkan oknum polisi, Kanit Intelkam Polsek Lingga Bayu, S.N., beserta dua anaknya, R.S. dan H.S., hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar. Meski ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka sejak 25 Januari 2025, berkas perkara belum juga dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mandailing Natal. Padahal, korban, Sumardi, dan istrinya, Nur Santi, telah meminta keadilan atas tindakan sadis yang mereka alami.

Kasus ini bermula dari tuduhan yang dilontarkan S.N. terhadap Sumardi sebagai penadah brondolan sawit di Desa Tandikek, Kecamatan Rantobaek, pada 20 Januari 2025. Tuduhan ini kemudian berujung pada aksi penganiayaan selama dua hari terhadap Sumardi dan dua karyawannya. Akibatnya, Sumardi mengalami luka serius dan hingga kini masih menjalani perawatan medis dan tradisional.

Nur Santi, istri korban, menyatakan kekhawatirannya atas lambannya proses hukum. “Sudah 36 hari sejak ketiga pelaku ditetapkan sebagai tersangka, tapi berkas belum juga dilimpahkan ke Kejaksaan. Kami meminta agar proses ini segera diselesaikan,” ujar Nur Santi melalui sambungan telepon kepada Nusaberita.live, minggu(2/3/25)

Menurutnya, semua bukti dan saksi sudah lengkap, sehingga tidak ada alasan bagi penyidik untuk menunda pelimpahan berkas. “Saya minta Kapolres Mandailing Natal, AKBP Arie Sofandi Paloh, untuk meninjau kembali penanganan kasus ini. Jangan sampai ada kesan bahwa hukum tidak ditegakkan secara adil, terutama karena pelakunya adalah oknum polisi,” tegasnya.

Nur Santi juga mengapresiasi langkah cepat Polres Madina dalam menetapkan status tersangka dan menahan ketiga pelaku. Namun, ia menegaskan bahwa proses hukum tidak boleh berhenti di situ. “Kami ingin kepastian hukum. Pelimpahan berkas ke Kejaksaan akan menghilangkan persepsi negatif terhadap kinerja Polres Madina, terutama Satreskrim,” ujarnya.

Kondisi kesehatan Sumardi sendiri masih memprihatinkan. Menurut Nur Santi, suaminya masih mengalami pendarahan dari hidung akibat hantaman lutut S.N., serta mengalami pengumpulan darah di bagian rusuk. “Kami terpaksa membeli obat tradisional Cina seharga Rp1 juta per butir untuk pengobatannya. Biaya yang sudah dikeluarkan pun tidak terhitung lagi,” ungkapnya.

Dampak penganiayaan ini tidak hanya fisik, tetapi juga ekonomi. Sumardi kehilangan mata pencahariannya, sementara biaya pengobatan terus membengkak. Nur Santi terpaksa meminta bantuan keluarga untuk menutupi biaya hidup sehari-hari dan pengobatan suaminya.

Kasus ini menjadi ujian bagi integritas penegakan hukum di Mandailing Natal. Masyarakat menunggu tindakan tegas dari Kapolres Madina untuk memastikan bahwa proses hukum berjalan adil dan transparan, tanpa pandang bulu. Nur Santi dan Sumardi berharap, keadilan akan segera ditegakkan, bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk membuktikan bahwa hukum mampu berdiri tegak di atas segala kepentingan.

Kasus ini mengingatkan kita bahwa penegakan hukum harus dilakukan tanpa kompromi, terutama ketika pelakunya adalah aparat yang seharusnya menjadi penjaga keamanan dan ketertiban. Lambannya proses hukum hanya akan memperkuat persepsi negatif masyarakat terhadap institusi kepolisian. Kapolres Madina harus segera mengambil langkah tegas untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan.(MJ)

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments

MR KHM GM KGPC PROF DR RM DULIMAN ABD ROZAK SH. ADV. MM. DBA. MSI. CIE. IB. BBA. PhD. SE Asia. pada Jokowi Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan atas Mandat Presiden Prabowo

This will close in 0 seconds