SAMPANG, Nusaberita.live – Thoha Yahya Umar Sidiq, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Sampang, Madura, Jawa Timur, mengakui adanya kelemahan dalam sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan tersebut. Pengakuan ini disampaikan kepada sejumlah wartawan pada Rabu (26/2/25) menyusul terungkapnya keterlibatan Saiful Bahri, seorang warga binaan, dalam jaringan peredaran narkoba di luar Rutan.
Saiful Bahri, warga binaan asal Desa Karang Anyar, Kecamatan Ketapang, yang sebelumnya telah divonis 6 tahun penjara atas kasus narkotika, kini kembali ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga berperan aktif mengatur peredaran sabu-sabu dari dalam sel tahanan. Hal ini terungkap setelah Satuan Reserse Narkoba (Satresnarkoba) Polres Sampang menangkap empat tersangka lainnya dalam kasus yang sama.
Menanggapi hal tersebut, Thoha Yahya Umar Sidiq langsung memindahkan Saiful Bahri ke sel isolasi. Ia menjelaskan bahwa Saiful Bahri diduga menjadi penghubung antara kurir dan pelanggan dengan menggunakan telepon genggam (HP) sebagai media komunikasi. HP tersebut diduga diperoleh dari warga binaan lain.
Thoha mengakui bahwa sesuai peraturan, warga binaan dilarang keras membawa HP ke dalam sel. Namun, ia mengungkapkan bahwa pihak Rutan telah melakukan razia secara rutin dua kali seminggu dengan metode acak di setiap kamar. Selain itu, Rutan juga berkolaborasi dengan Aparat Penegak Hukum (APH) dan pemangku kebijakan lainnya untuk memperketat pengawasan.
Slamet Urip, Ketua Barisan Anti Narkoba Nasional (BANN) setempat, menyambut positif pengakuan Thoha Yahya Umar Sidiq. Menurutnya, pengakuan tersebut menunjukkan sikap gentleman dan upaya pembenahan secara institusi. Namun, Urip menegaskan bahwa pembenahan internal tidak akan efektif jika hanya menyasar warga binaan yang menjadi tersangka.
“Kondisi di dalam sel tidak terlepas dari peran aparat di dalam Rutan yang menjadi penyebab lemahnya pengawasan. Kelalaian ini telah memicu kesalahan lain yang lebih fatal,” tegas Urip pada Kamis (27/2/25).
Ia mendesak agar Plt Kepala Rutan Kelas IIB Sampang segera mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang lalai dan membersihkan institusi dari praktik-praktik yang merusak nama baik lembaga. Selain itu, Urip juga mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang untuk mengaktifkan kembali peran dan fungsi Badan Narkotika Kabupaten (BNK), lembaga pemerintah yang bertanggung jawab menangani masalah narkotika di tingkat kabupaten.
Saat ditanya tentang rencana BANN melakukan audiensi ke Rutan Kelas IIB Sampang, Urip mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang menyusun jadwal dan merumuskan konsep yang akan disampaikan. “Kami sedang mempersiapkan surat-menyurat dan akan segera merealisasikan audiensi tersebut dalam waktu dekat,” ujarnya.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya pengawasan ketat di lembaga pemasyarakatan untuk mencegah praktik-praktik kriminal yang dijalankan dari dalam sel. Pembenahan sistem dan peningkatan kolaborasi antara Rutan, APH, dan lembaga terkait dinilai menjadi kunci untuk memutus mata rantai peredaran narkoba yang melibatkan warga binaan.
(Sup)