KUPANG, Nusaberita.live – Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat (LPPDM) NTT, Marsel N. Ahang, SH., melontarkan kritik pedas terhadap kinerja Polres Kupang dalam menangani kasus persetubuhan anak di bawah umur di Takari. Kasus yang telah dilaporkan sejak 11 November 2024 ini dinilai tak ditangani secara serius, dengan terlapor yang telah tiga kali dipanggil namun tak kunjung menghadap.
“Polisi gagal paham ya? Heran, terlapor sudah dipanggil tiga kali tapi tidak menghadap. Lalu polisi hanya diam seolah membisu. Penegakan hukum seperti apa ini di Polres Kupang? Harusnya pelaku sudah ditahan. Jemput paksa,” tegas Marsel Ahang dalam keterangannya kepada media, Kamis (6/3/2025).
Ahang, yang juga berprofesi sebagai pengacara, menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 112 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penjemputan paksa jika pemanggilan sebanyak dua kali tidak dipenuhi. “Ini bukan hal yang bisa dibiarkan. Kasus ini menimbulkan pertanyaan publik terhadap kinerja polisi yang dinilai tak tegas dalam penegakan hukum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Ahang menyoroti sikap polisi yang dinilai terlalu mengikuti “arah” terlapor. “Polisi sepertinya masih mengikuti mainan terlapor. Tak tegas dalam penegakan hukum. Dengan tegas, kami minta Kapolres Kupang untuk segera menahan pelaku,” desaknya.
Tak hanya itu, Ahang juga mendesak Polda NTT untuk mengambil alih penanganan kasus ini. “Kepada Kapolda NTT, kami desak juga untuk ambil alih penanganan kasus yang sudah lama ditangani oleh Polres Kupang. Kelihatan ini tidak profesional ditangani pihak Polres,” pungkasnya.
Kritik ini menambah daftar panjang pertanyaan publik terhadap efektivitas penegakan hukum di wilayah NTT, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan kekerasan terhadap anak. Masyarakat pun menunggu tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk memberikan keadilan bagi korban.
( Nobertus Patut )