Maluku(Nusaberita.live)- Minyak kayu putih bukan sekadar komoditas hasil bumi. Bagi masyarakat Seram Bagian Barat (SBB), ia adalah simbol hidup yang merangkum nilai sejarah, budaya, dan identitas kolektif rakyat. Dari akar hingga daunnya, kayu putih telah menjadi saksi perjalanan panjang kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada alam, dan kini menjadi ikon majemukan yang menyatukan berbagai lapisan rakyat di Bumi Saka Mese Nusa.
Keberadaan kayu putih di SBB mengandung makna ganda: sebagai sumber ekonomi dan sebagai warisan kultural. Minyaknya telah lama digunakan untuk pengobatan tradisional, penopang kesehatan keluarga, hingga menjadi pengikat relasi sosial dalam ritual adat. Lebih dari itu, kayu putih adalah simbol majemuk yang menegaskan keragaman masyarakat SBB—dari pesisir hingga pegunungan, dari kampung adat hingga perkotaan—semua mengenal dan merawatnya.
Namun, di balik kemuliaan simbol itu, realitasnya menyedihkan. Potensi minyak kayu putih sering kali tidak dikelola dengan baik, bahkan cenderung dimanfaatkan oleh pihak luar tanpa memberi manfaat yang adil bagi rakyat pemilik asli. Daerah lain datang mencuri hasil, sementara masyarakat SBB hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri. Inilah ironi yang menyakitkan: simbol yang seharusnya menjadi perekat kesejahteraan justru terancam hilang karena lemahnya perlindungan dan pengelolaan.
Di titik inilah pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat adat harus bersatu melahirkan regulasi, kebijakan, serta tata kelola yang berpihak pada rakyat. Minyak kayu putih harus dilihat sebagai aset strategis daerah, bukan sekadar hasil bumi biasa. Perlindungan kawasan hutan kayu putih, pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan, hingga penciptaan industri turunan berbasis lokal adalah langkah yang wajib dilakukan.
Melindungi minyak kayu putih berarti menjaga identitas, melestarikan kebudayaan, dan memperjuangkan hak rakyat. Ia adalah simbol majemukan SBB—warisan leluhur yang menyatukan perbedaan dalam satu semangat: kesejahteraan bersama. Jangan biarkan simbol ini terkikis oleh keserakahan dan ketidakpedulian. Saatnya rakyat SBB berdiri tegak melindungi kayu putih, sebagaimana kayu putih telah berabad-abad melindungi rakyatnya.(Alwi Sofyan Latekay)