SAMPANG, Nusaberita.live – Pembangunan masjid yang menyerupai bangunan Ka’bah di Dusun Jiken, Desa Taman, Kecamatan Jrengik, Sampang, Jawa Timur, menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Kontroversi ini mencuat setelah Aliansi Ulama Madura (AUMA) menyampaikan surat resmi yang ditandatangani oleh Ketua Umum KH Ali Karrar Shinhaji dan Sekretaris Drs KH Fadholi Moh Ruham M.Si kepada dr. Hj. Turah SP.OG M.Kes selaku donatur utama proyek tersebut pada (30/12/24)
Dalam surat tersebut, AUMA memberikan sejumlah saran, seperti menambahkan atap khas masjid, mengganti warna hitam pada tembok dengan warna khas Ka’bah di Masjidil Haram, serta membongkar tembok berbentuk huruf “U” di sekitar masjid. Rekomendasi ini disampaikan untuk menyelaraskan desain masjid dengan arsitektur khas Indonesia.
Menanggapi hal ini, H. Joni Purnomo SP selaku Humas Pembangunan Masjid menyampaikan apresiasi atas masukan AUMA dan berkomitmen untuk berdiskusi lebih lanjut dengan para ulama terkait. “Kami menghormati saran dari AUMA dan akan segera bersilaturahmi untuk menjelaskan konsep pembangunan yang masih belum selesai ini,” ujarnya.
Sementara itu, dr. Hj. Turah SP.OG M.Kes melalui Ketua Pelaksana Zaini, menegaskan bahwa pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk menyediakan fasilitas ibadah dan tempat transit bagi masyarakat, termasuk musafir. Masjid ini nantinya akan dilengkapi payung besar, pohon rindang, serta fasilitas lainnya seperti toilet terpisah untuk ulama dan masyarakat. “Tanah pembangunan adalah milik pribadi dr. Hj. Turah, dan rencana ini sudah dikoordinasikan dengan sejumlah ulama serta Kemenag Sampang,” jelas Zaini.
Dengan beragam tanggapan dari berbagai pihak, diharapkan pembangunan masjid ini dapat berjalan dengan harmonis dan sesuai harapan masyarakat.
Seiring dengan pro dan kontra terkait pembangunan masjid yang menyerupai Ka’bah tersebut Syariful Umam, S.Ag, seorang aktivis dari LSM SP2M, mengusulkan agar segera dilakukan mediasi dan proses tabayyun antara kedua belah pihak yang terlibat.
Syariful Umam menilai bahwa masing-masing pihak memiliki sudut pandang dan argumen yang perlu didengarkan serta dipertimbangkan dengan baik. “Tinggal dilakukan mediasi dan tabayyun. Pada akhirnya, keduanya tetap berlandaskan pada kemaslahatan umat,” ujarnya.
Ia juga menyoroti fakta bahwa di beberapa daerah, termasuk di Madura, terdapat bangunan lain yang menyerupai Ka’bah. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan masjid dengan desain tersebut bukanlah hal yang baru.
Lebih lanjut, Syariful Umam mengapresiasi keterbukaan pihak donatur dan pelaksana pembangunan masjid, khususnya dr. Hj. Turah, SP.OG, M.Kes, yang telah menunjukkan niat baik dan kepeduliannya dalam membantu menyediakan fasilitas ibadah bagi masyarakat setempat, termasuk para musafir.
Menurutnya, keterbukaan untuk berdialog melalui mediasi dan tabayyun dapat menjadi langkah awal dalam mewujudkan niat baik tersebut sekaligus menjaga keharmonisan di tengah masyarakat sekitar lokasi pembangunan masjid.
Langkah ini diharapkan mampu menyelesaikan perbedaan pandangan yang ada dan memastikan pembangunan masjid dapat memberikan manfaat besar bagi warga.(SuP)