Manggarai, Nusaberita.live – Ratusan masyarakat Poco Leok, Kabupaten Manggarai, menggelar unjuk rasa di depan Kantor DPRD dan Kantor Bupati Manggarai, Senin (3/3/25). Mereka menuntut pencabutan Surat Keputusan (SK) proyek geothermal di wilayah mereka. Proyek yang digadang-gadang sebagai solusi energi bersih ini justru dinilai merugikan lingkungan dan kehidupan masyarakat setempat.
Aksi yang dipimpin oleh Tino Jaret, koordinator sekaligus jenderal lapangan, berlangsung dengan penuh semangat. Para demonstran membawa poster dan spanduk yang menuntut pemerintah segera mengambil tindakan tegas. Mereka khawatir proyek geothermal akan semakin merusak ekologi dan mengurangi hasil alam yang selama ini menjadi sumber penghidupan warga.
“Geothermal ini kepentingan investor, bukan kepentingan kami. Kami petani yang hidup dari hasil alam. Sejak adanya proyek ini, hasil alam kami sudah berkurang,” tegas Tino saat sesi dialog dengan Bupati Manggarai, Herybertus G.L. Nabit, S.E., M.A., di Aula Nuca Lale.
Tino juga menyampaikan harapannya agar aspirasi masyarakat bisa diterima oleh Bupati. “Semoga aspirasi kami hari ini bisa diterima oleh Bapak. Jika tidak, perjuangan kami belum selesai,” ujarnya dengan tegas.
Di sisi lain, Bupati Herybertus Nabit menegaskan bahwa pencabutan SK proyek geothermal bukanlah hal yang mudah. “SK ini sudah dikeluarkan sejak lama dan tidak bisa dibatalkan begitu saja. Proyek geothermal ini bukan proyek kabupaten, melainkan proyek yang direkomendasikan dari pusat,” jelasnya.
Bupati Hery juga menekankan bahwa proyek ini bertujuan untuk menyediakan pasokan listrik bagi seluruh wilayah Manggarai dan mendukung program pemerintah pusat dalam pengembangan energi terbarukan. “Semua berawal dari niat baik pemerintah daerah untuk menyediakan listrik dan mensukseskan program pemerintah pusat,” tambahnya.
Proyek geothermal di Poco Leok memang menjadi dilema tersendiri. Di satu sisi, proyek ini diharapkan dapat menjadi solusi energi bersih dan mendukung pembangunan infrastruktur energi di Manggarai. Namun, di sisi lain, dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan justru mengancam kehidupan masyarakat setempat.
Masyarakat Poco Leok merasa bahwa proyek ini lebih menguntungkan investor daripada mereka. Mereka khawatir kerusakan lingkungan akan semakin parah dan mengancam keberlangsungan hidup mereka sebagai petani.
Meskipun dialog telah dilakukan, tuntutan masyarakat Poco Leok belum juga menemui titik terang. Bupati Herybertus Nabit menegaskan bahwa pembatalan SK proyek geothermal tidak bisa dilakukan dengan mudah. Namun, masyarakat tetap bersikeras untuk terus memperjuangkan hak mereka.
“Jika hari ini Bapak tidak menerima masukan kami, maka perjuangan kami belum selesai,” tegas Tino.
Aksi ini menjadi bukti nyata bahwa pembangunan infrastruktur energi, meskipun bertujuan baik, harus mempertimbangkan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan. Pemerintah daerah dan pusat perlu mendengarkan suara masyarakat dan mencari solusi yang seimbang antara kepentingan pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proyek geothermal di Poco Leok. Dialog yang konstruktif antara pemerintah, investor, dan masyarakat harus terus dilakukan untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Pembangunan energi terbarukan memang penting, namun tidak boleh mengabaikan hak-hak masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Kita berharap, pemerintah dapat mengambil langkah tegas dan bijaksana dalam menangani isu ini. Jangan sampai niat baik untuk pembangunan justru menimbulkan konflik sosial dan kerusakan lingkungan yang lebih parah. Masyarakat Poco Leok berhak mendapatkan kehidupan yang layak dan lingkungan yang sehat, sementara pemerintah juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
(Nobertus)