Jumat, Juni 20, 2025
BerandaEkonomiRepresi dan Intimidasi Polisi Tamalanrea: Ketika Alat Negara Berubah Jadi Alat Penguasa...

Represi dan Intimidasi Polisi Tamalanrea: Ketika Alat Negara Berubah Jadi Alat Penguasa dan Pemodal

MAKASSAR, Nusaberita.live – Gelombang perlawanan terhadap ketidakadilan dan eksploitasi terus bergulir, terutama dari kalangan buruh yang hidup dalam belenggu kemiskinan dan sistem kerja yang tidak manusiawi. Namun, alih-alih mendapat perlindungan, mereka justru dihadapkan pada tindakan represif dan intimidasi dari aparat negara. Kali ini, sorotan tajam tertuju pada Kepolisian Polsek Tamalanrea, Makassar, yang diduga menjadi alat penguasa dan pemodal untuk membungkus suara perlawanan buruh PT. Sinar Jaya Megah Langgeng.

Doni, anggota aktif Gerakan Revolusi Demokratik (GRD), dengan tegas menyatakan bahwa negara hari ini gagal memberikan perlindungan kepada buruh. “Negara, dalam hal ini kepolisian, justru menjadi alat pengusaha. Mereka aktif mengagalkan perjuangan buruh dengan cara kriminalisasi dan membiarkan kekerasan terjadi,” ujarnya kepada media. Doni menegaskan bahwa tugas polisi seharusnya melindungi masyarakat, bukan hanya penguasa dan pemodal. “Tugas dan tanggung jawab polisi bukan dilihat dari segi uang, apalagi dengan menggunakan kekerasan atau kriminalisasi terhadap pekerja,” tambahnya.

Insiden ini bermula pada Selasa (25/2/25) pagi, sekitar pukul 06.00, ketika Kapolsek Tamalanrea, AKP Muh. Yusuf, beserta beberapa anggotanya melakukan apel pagi di lokasi perusahaan PT. Sinar Jaya Megah Langgeng. Dalam apel tersebut, Kapolsek menyampaikan bahwa ada laporan dari pramudi yang masih aktif, yang menyebutkan bahwa 20 mantan pramudi menghalangi operasional bus Trans Mamminasata. Kapolsek juga mengancam akan melibatkan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dalam penyelesaian masalah ini.

Namun, pernyataan Kapolsek ini dibantah keras oleh salah satu pengurus Persatuan Massa Buruh Indonesia (PMBI). “Proses ini belum masuk ke ranah tripartit. Tidak ada pekerja yang menahan bus Trans Mamminasata. Kami hanya meminta pertanggungjawaban atas hak 20 pramudi yang diberhentikan sepihak,” tegasnya.

Alih-alih mendengarkan keluhan buruh, pihak kepolisian justru menuduh pengurus PMBI sebagai provokator. Dalam insiden yang memanas, salah satu anggota serikat ditarik paksa oleh polisi, menyebabkan HP miliknya jatuh dan retak di bagian layar. Beberapa anggota serikat lain yang merekam kejadian juga dibentak dan HP mereka diambil paksa oleh aparat. Bahkan, tiga orang, termasuk salah satu pengurus serikat, ditangkap dan dibawa secara paksa ke kantor Polsek Tamalanrea.

Tindakan represif ini memicu reaksi keras dari masyarakat dan organisasi buruh. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian. “Ini bukan sekadar persoalan buruh versus pengusaha, tapi ini tentang bagaimana negara menggunakan alatnya untuk melindungi kepentingan pemodal dan mengabaikan hak-hak dasar rakyat,” tegas Doni.

Insiden ini kembali mengingatkan kita bahwa perjuangan buruh untuk mendapatkan hak-hak dasar mereka masih jauh dari kata selesai. Di tengah sistem yang korup dan aparat yang seharusnya melindungi justru menjadi alat represi, suara buruh tetap harus didengar. Jika tidak, maka mimpi tentang keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat hanya akan menjadi ilusi belaka.

(Nobertus/red).

RELATED ARTICLES

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Most Popular

Recent Comments

MR KHM GM KGPC PROF DR RM DULIMAN ABD ROZAK SH. ADV. MM. DBA. MSI. CIE. IB. BBA. PhD. SE Asia. pada Jokowi Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus di Vatikan atas Mandat Presiden Prabowo

This will close in 0 seconds