GRESIK | nusaberita.live – Terkait beredarnya pemberitaan dengan judul Desa Kepuh Klagen Kec. Wringinanom Kabupaten Gresik di duga mendapatkan Intimidasi dari oknum LSM dan media saat menjalankan program TPS3R, perlu diluruskan bahwa isi pemberitaan tersebut terkesan sepihak, tidak berimbang, dan berpotensi menyesatkan publik.
Perlu diketahui tidak cukup hanya dengan Musyawarah Desa (Musdes) untuk melakukan kegiatan galian C. Meskipun Musdes telah dilakukan dan kegiatan galian C telah disepakati, masih diperlukan izin resmi dari instansi terkait, seperti Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Lingkungan Hidup, dan ESDM jika diperlukan.
Musdes adalah forum untuk membahas dan menyepakati rencana kegiatan desa, tetapi tidak memiliki kekuatan hukum untuk menggantikan izin resmi yang diperlukan.
Oleh karena itu, Pemerintah desa sebaiknya melakukan konsultasi dengan dinas terkait dan ESDM untuk memastikan bahwa semua izin yang diperlukan telah diperoleh sebelum melakukan kegiatan galian C.
BUMDes tetap harus mengantongi izin dari dinas ESDM untuk melakukan kegiatan galian C. berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021, kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batuan ada di tangan Pemerintah Pusat, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dalam proses pengajuan izin, BUMDes harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti :
– Persyaratan Administratif, Nomor Induk Berusaha (NIB), Akte Pendirian Perusahaan, dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
– Persyaratan Teknis, peta Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), rencana pengolahan dan/atau pemurnian, dan daftar peralatan utama;
– Persyaratan Lingkungan, Dokumen Analisa Masalah Dampak Lingkungan (AMDAL) yang telah disetujui oleh instansi berwenang;
– Persyaratan Finansial, laporan keuangan yang telah di audit oleh Akuntan Publik.
Setelah memenuhi semua persyaratan, BUMDes dapat mengajukan permohonan IUP batuan melalui sistem Online Single Submission (OSS). Kementerian ESDM kemudian akan melakukan evaluasi dan verifikasi terhadap permohonan tersebut.
Faktanya, kegiatan yang disebut sebagai pemerataan tanah untuk program TPS3R di Desa Kepuh Klagen tidak memiliki izin galian C resmi dari instansi berwenang, sehingga masuk dalam kategori aktivitas pertambangan ilegal sesuai ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009.
Pelanggaran dan sanksi hukum pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020, dengan tegas menyebutkan bahwa,
‘Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)’.
Selain itu, pasal 161 juga menegaskan bahwa siapa pun yang membantu, melindungi, atau membackup kegiatan penambangan ilegal dapat dikenai pidana yang sama sebagaimana pelaku utama.
Dengan demikian, para pelaku usaha galian ilegal serta oknum yang menjadi ‘pembackup’ atau pelindung aktivitas tersebut, termasuk yang mengatasnamakan LSM, media, maupun pekerja lapangan, dapat dijerat pidana.



